Jumat, 05 Juli 2024

Setiap Orang Adalah Guru, Setiap Tempat Adalah Sekolah


Setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah. Barangkali tajuk itu cukup untuk menarasikan kegiatan kemarin (4/07). Selayaknya pendidikan yang harus inklusif untuk semuanya, anak-anak di Menarbu juga berhak untuk dapat belajar di tengah banyak hambatan. Termasuk juga adanya sosial dan budaya masyarakat yang terkadang menjadi kendala. Namun, alih-alih menganggap sosial dan budaya sebagai hambatan, sebetulnya guru mampu mengubahnya untuk menjadi peluang yang menarik. Di Menarbu, masyarakat hidup dengan kebiasaan komunal yang cukup erat. Dalam beberapa minggu terakhir ini para orang tua di Menarbu baku bantu dalam membuat villa di Pantai Rowor, yang hasil upahnya dimasukkan ke dalam kas Persekutuan Anak Remaja (PAM), yakni organisasi kepemudaan di Gereja Sion Menarbu. Akhirnya anak-anak di kampung banyak yang bolos sekolah karena ikut orang tuanya bermalam di Pantai Rowor berhari-hari. Mereka akan kembali ke kampung pada hari Sabtu dan Minggu untuk mengikuti ibadah di gereja.

Siang itu telepon genggamku berbunyi, ada telepon dari Pak Charles, guru di SDN Menarbu sekaligus bapak piaraku di Menarbu. Ia hanya sekadar menanyakan kabarku yang sedang berada di Wasior, pusat Kabupaten Teluk Wondama. “Ibu sehat, kah?” begitu sapanya. Pada perbincangan itu aku juga berbicara dengan mama piaraku, serta menyapa adik-adik piaraku yang masih kecil dengan suaranya yang amat menggemaskan. Di tengah perbincangan, muncul ideku untuk membuat Kelas Jauh di Pantai Rowor. “Bapak, saya mau buka Kelas Jauh di Pantai Rowor. Bagaimana menurut bapak?” Tak disangka Pak Charles menyambutnya dengan antusias. Sejak saat itu, semangatku untuk mengadakan kelas di Pantai Rowor juga turut meletup-letup.

Perbincangan dengan Pak Charles tidak berhenti di situ saja. Aku mencoba membuat banyak orang untuk ikut andil dalam kelas ini. Aku yang sedang di Wasior mencoba berkomunikasi dengan Bapak Kepala Kampung Menarbu, Bapak Franky Apomfires. Ia menyambut baik ide ini. Menurutnya, anak-anak perlu untuk belajar di alam, mengenal lingkungan sekitar mereka. Dari kegiatan ini aku dapat menggali lebih jauh mengenai pemaknaan Pendidikan dari Bapak Kampung. Pembicaraan itu kemudian berlanjut pada keresahanku atas kurangnya dana yang digunakan untuk mendukung kelas tersebut, aku mengangkat pembahasan mengenai dana pendidikan yang ada di keuangan kampung. Bapak Kampung menyanggupi untuk menanggung biaya yang dibutuhkan di kelas. Tak disangka ia melakukan hal yang lebih besar dari itu tanpa aku minta, Bapak Kampung bahkan membuat para-para (tempat duduk untuk bersantai) di Pantai Rowor yang dapat digunakan untuk belajar. Bapak Kampung juga membantu untuk menyebarkan informasi kelas ini kepada masyarakat Menarbu yang membawa anaknya pergi bekerja di tempat lain.

Aku ingin membuat lebih banyak lagi orang yang berkontribusi di kelas ini. Aku mencoba berkomunikasi dengan para Pengasuh Sekolah Minggu yang ada di Gereja Sion Menarbu. Mereka tertarik ikut berkontribusi di kelas ini. Bersama dengan Pak Charles, para pengasuh mengkoordinir anak-anak untuk ikut serta pergi ke Pantai Rowor. Pak Charles meminjam perahu milik salah satu masyarakat.

Kelas itu akhirnya terwujud berkat kontribusi dari banyak pihak. Teman dari Pengajar Muda penempatan kampung lain ikut meramaikan kelas tersebut. Juga ada beberapa rekan masyarakat Wasior yang bekerja di Bandara Teluk Wondama juga ikut meramaikan dan mendampingi anak-anak. Kelas Alam sore itu berjalan dengan lancar. Anak-anak semua bergembira. Para pengasuh Sekolah Minggu juga ikut belajar mengenai metode belajar anak-anak.



Aku membawa beberapa media belajar tentang literasi dan numerasi. Anak-anak begitu antusias belajar menggunakan media yang telah kusiapkan. Mereka belajar sambil bermain di Pantai Rowor dengan semangat. Saat waktu istirahat tiba, kami menyantap makanan yang telah disiapkan oleh para mama yang bermalam di Pantai Rowor. Tampak anak-anak yang juga berenang di pantai sembari menunggu kelas berikutnya.

Dengan bermodalkan gitar aku mengajak semuanya untuk bernyanyi. Kami belajar menyanyikan lagu “Laskar Pelangi”.

Menarilah dan terus tertawa

Walau dunia tak seindah surga

Bersyukurlah pada Yang Kuasa

Cinta kita di dunia

Selamanya





Barangkali penggalan lirik ini yang menyimpan segala harapanku untuk anak-anak dan masyarakat Menarbu. Hidup dengan banyak keterbatasan akses bukanlah alasan untuk tidak dapat berkarya. Banyak hambatan yang ditemui di tengah jalan dapat dilihat dari sudut pandang yang lebih ramah. Menarbu memiliki modal sosial yang besar. Harus ada gerakan kolaborasi yang disadur untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Semangat ini yang coba kujaga selama bertugas di Menarbu: Menularkan keberanian untuk bermimpi kepada anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar