Sabtu, 14 Januari 2023

Dara Setara: Lingkaran FSTVLST yang Penuh Cinta



"Selamat menikmati acara!" Kata Farid Stevy, vokalis FSTVLST, langsung kepada saya. Jelas saya menikmati acara tersebut, bahkan beberapa jam sebelum acara dimulai: menyiapkan outfit. Saya tidak cukup nyeni untuk punya kain jarik. Maka saya bingung untuk mencari pinjaman, dan dapat! Rupanya bukan cuma saya yang excited mempersiapkan busana, ada perempuan lain yang saya tidak sengaja mendengar ia mengucapkan "Aku udah nyiapin outfit dari semalam!"

Jika kamu mendambakan sebuah suasana yang hangat dan penuh cinta, Dara Setara malam itu adalah tempatnya. Sebuah acara khusus perempuan yang diadakan oleh FSTVLST di Liberate Creative Colony pada 13 Januari 2023 lalu. Semua perempuan yang datang tampak cantik dengan berbagai busana kebaya, batik, dan tampilan nyeni lainnya.




Seluruh komponen di acara tersebut begitu diperhatikan sehingga berhasil menampilkan pesan kesetaraan yang ingin disampaikan. Tajuk Dara Setara bukanlah omong kosong. "Persembahan sederhana untuk para perempuan tercinta," kata pembawa acara membuka pagelaran. Tepuk tangan serta riuh suara para perempuan cukup nyaring malam itu.

Acara dibuka oleh DVY, sebuah duo musik yang beranggotakan perempuan. Salah satu lagu yang paling membekas untuk saya adalah Semalaman yang menggambarkan keberanian dan kekuatan seorang perempuan.


“Harus mendaki

Setinggi berpikir semuanya pasti

Seperti mimpi-mimpi yang diselami

Tidak berhenti meski tak disamai

Pagi yang jauh

Satu persatu memelankan mau

Menutup maju dan memaksa rapuh

Menahan bahu dari masa lalu

Selamkin dalam pemikirannya

Menusukmu perlahan

Seperti mekar bunga

Berwarna-warni

Dipatahan mati dalam cahayanya”

 

Band selanjutnya yang turut meramaikan gelaran Dara Setara adalah Soegi Bornean. Ini pertama kali saya mengenal Soegi Bornean setelah Asmaralibrasi menjadi tren. Satu yang saya paling kagumi adalah ternyata suara vokalisnya sangat indah! Juga cantik dan menenangkan.

Selain band ada juga penampilan pelengkap yang meramaikan Dara Setara. Yakni live painting dari Mutiara Riswari dan pertunjukan tari dari Sanggar Kinanti. Mari kita bahas lukisan abstrak dari Mutiara Riswari terlebih dahulu. Pendengar FSTVLST pasti tidak asing dengan tembang Akulah Ibumu.

“Akulah tanah

Akulah Air

Akulah Samudra

Akulah ibumu”

 

Mahara Riswari mecoba mengkatarsiskan tembang tersebut ke dalam lukisan abstrak yang dinilainya sebagai rahim ibu. “Aku ingin merepresentasikan dunia ini seperti di lagunya FSTVLST (Akulah Ibumu) dalam bentuk Rahim. Perempuan juga sumber dari seluruh umat manusia. Jadi penghormatan aku untuk seorang perempuan, ibu, kakak, dan orang-orang terdekat itu melalui abstraksi ini. Seorang perempuan yang penting dalam hidupku,” ucap Mahara Riswari. Lukisan tersebut dikerjakan oleh Mahara saat berlangsungnya acara sehingga khalayak dapat melihat proses pelukisan.




Lanjut ke Sanggar Kinanti yang beranggotakan enam orang perempuan. Mereka menari dengan indah di atas panggung. Para penari merupakan sosok perempuan yang memiliki banyak peran di masyarakat. Seperti Mbak Mawar (anggap saja itu namanya, karena saya lupa) merupakan seorang ibu, istri, berkarir, serta aktif di sanggar tari. Menjadi perempuan, utamanya ibu, bukanlah sebuah halangan untuk mengekspresika diri di dalam pekerjaan maupun untuk sekadar hobi. Mbak Mawar telah membuktikannya.

Di sela-sela istirahat pergantian penampil, momen yang tidak saya lupakan setidaknya dalam 100 tahun ke depan adalah berjabat tangan dan ngobrol langsung dengan Farid Stevy. “Maaf ya mas, saya deg-deg an,” ucapku saat itu kepada Mas Farid karena suara saya sepertinya bergetar. “Gapapa saya juga deg-deg an,” candanya. Kemudian saya tertawa meresponnya. Selang beberapa saat kemudian bocil cantik menyapaku. “Anak saya (sambil menunjuk bocil itu),” kata Mas Farid dan menyuruh bocil memperkenalkan diri. Ah! Cantik sekali, suaranya ramah dan halus dengan pakaian kebaya kutu baru yang lucu.



“Aku membayangkan 10 tahun lagi mungkin dia (anak perempuannya) mulai akan nonton acara musik bersama teman-temannya, nonton festival musik rock. Aku berharap komunitas musik rock berikutnya akan aman dan nyaman untuk para perempuan. Dan kalau misal tidak dimulai dari band bapaknya sendiri ya menurutku itu kemudian omong kosong,” kata Mas Farid ketika saya bertanya spesialnya Dara Setara buat personal Mas Farid sendiri. Saya rasa Mas Farid saat itu sedang serius ketika mengatakannya, terdengar dari suaranya yang lantang serta tatapan matanya yang fokus ke satu titik.

Mesikpun datang sendirian, saya tetap merasa aman. Lingkungan aman seperti ini seharusnya dapat diakses oleh perempuan di semua tempat. Bebas dari pelecehan, stigma, dan konstruksi sosial yang merugikan. “Industri ini dipenuhi oleh laki-laki, kantor ini mayoritas juga laki-laki, pedengar FSTVLST juga mayoritas laki-laki. Dengan ini semoga para laki-laki mulai peduli dengan isu-isu perempuan di lingkungannya,” ucap Mas Farid.

Para perempuan mulai merapat lagi ke panggung sembari menyaksikan penayangan video musik dari lagu Hari Terakhir Peradaban yang diambil saat FSTVLST berpartisipasi dalam Pestapora. Di akhir video disambut dengan tepuk tangan meriah serta teriakan khas perempuan dengan suaranya yang melengking. Lanjut ke saat yang ditungg-tunggu, FSTVLST membuka penampilannya dengan Akulah Ibumu. Para perempuan ikut menyanyikannya, membuat suasanya lebih terasa magis.

Bayangan awal ketika memasuki venue, para dara menontonnya dengan slay, ikut menyanyi, sesekali menggerakan tubuh. Tapi ternyata tidak, sumpah mereka moshing! Hal yang tidak pernah saya lihat sebelumnya sekumpulan perempuan ikut membuat lingkaran di kerumunan FSTVLST. Saya ikut terbawa suasana ke dalam crowd surf, jelas saya bukan yang diangkat, tapi saya yang di bawah. Ini pengalaman pertama saya melakukannya, seru banget! Saya tidak ingin ini menjadi yang terakhir sebab saya menginginkan pagelaran Dara Setara selanjutnya.

Para dara yang datang malam itu jumlahnya cukup banyak. Ternyata ini juga disadari oleh Mas Farid, alasan FSTVLST mengadakan Dara Setara karena menyadari bahwa ada lonjakan penonton perempuan yang signifikan. “Sekarang kami menemukan fenomena bahwa yang datang ke acara FSTVLST bukan hanya laki-laki. Harapannya besok para pendengar laki-laki bisa berkenalan dengan pendengar perempuan, dan aware bahwa besok ketika di pentas FSTVLST harus berbagi dengan penonton perempuan,” ujar Mas Farid.

Ujaran mengenai kesetaraan banyak diutarakan. Mulai dari pembawa acara hingga interaksi antara musisi dengan penonton. Namun yang paling kerap disinggung sejak publikasi acara hingga acara berlangsung adalah sosok ibu. Teladan dari sosok ibu dapat diadopsi untuk merawat satu sama lain. “Kemampuan merawat yang dimiliki oleh seorang ibu itu harus selalu diteladani. Kita belum bisa merawat pertemanan, persaudaraan, atau kemudian merawat alam dengan baik. Setidaknya kemudian kita bisa mulai meneladani yang dilakukan oleh ibu-ibu kita,” kata Mas Farid bercerita. Di samping itu ada saya yang menahan air mata mendengarkan penjelasan Mas Farid. Sebab itu membuat saya teringat mengenai mama di rumah yang selama ini telah memberikan hidupnya ke saya. Banyak sekali hal yang telah ia korbankan dan ia usahakan agar saya bisa melanjutkan pendidikan. Tetapi yang saya lakukan di Jogja malah healing terus-terusan.

Begitulah malam itu berlangsung. Para perempuan yang datang dengan pakaian dan rambut rapi, riasan cantik, dan aroma yang wangi kemudian mengakhirinya dengan tawa dan ekspresi diri yang bebas. “Acara seperti ini membuat kita jadi bebas berekspresi. Biasanya kan event FSTVLST kita cuma nyanyi di pinggir atau di belakang kan? Tapi hari ini kita benar-benar lepas melakukan apapun yang kami mau, karena kami tau ini pasti aman, sekeliling kita adalah sesama perempuan,” kata Bela, salah satu penonton yang saya temui di akhir acara. Ia datang menggunakan kaos FSTVLST, celana pendek, pakai sneakers. Mukanya yang bulat nampak lucu dengan bucket hat. Salam kenal, Bela!

Kalian para Festivalist laki-laki, ada pesan dari Mas Farid. Begini katanya:

“Kalian sekarang harus berkenalan dengan Festivalist perempuan, kemudian berbagi ruang, berbagi kesadaran, saling menghormati, dan membuat apa yang kita rayakan di FSTVLST menjadi ruang aman, nyaman, dan membahagiakan buat semuanya!”

 

 


 [A1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar