Sejak
usainya Perang Dunia 2 banyak negara berkembang ingin mengembangkan sektor
manufaktur dengan cara pembatasan impor. Pembatasan ini dilakukan untuk
menguatkan industri manufaktur dalam negeri. Pada saat itu pemerintahan di
negara-negara berkembang banyak menerapakan teori-teori ekonomi mengenai
ketahanan industri manufaktur, salah satunya yang paling terkenal dan relevan
saat itu adalah infant industry argument.
I.
Infant
Industry Argument
Menurut argumen ini, pada dasarnya
negara berkembang mempunyai keunggulan komparatif di sektor manufaktur. Namun,
keunggulan tersebut pada awalnya tidak mampu bersaing dengan manufaktur di
negara maju. Maka dari itu, pemerintah negara berkembang perlu untuk melakukan
proteksi pada sektor manufaktur untuk mempertahankann eksistensinya. Proteksi
dan sokongan ini dilakukan terus menerus sampai indutri manufaktur di negaranya
dapat memiliki tumpuan dan bisa mandiri.
Selama ini proteksi yang paling umum
dilakukan adalah menggunakan perangkat tarif dan/atau kuota impor. Ketika
hambatan perdaganngan ini dilakukan, harapannya produk manufaktur dalam negeri
dapat bersaing dengan produk impor. Istilahnya menguatkan eksistensi manufaktur
dalam negeri terlebih dahulu.
Kelemahan
Infant Industry Argument
Infant
Industry Argument begitu masuk akal, mengingat proteksi pada industri
manufaktur memang diperlukan. Namun, para ekonom sejak lama telah dapat
menunjukan bahwa argumen ini banyak diliputi oleh kelemahan. Sebagai berikut.
1. Pemusatan
pada indutri yang memiliki keunggulan komparatif (manufaktur) tidak seterusnya
menjadi pilihan yang tepat.
Ketika suatu negara
berkembang memiliki tenaga kerja melimpah dan dapat mengakumulasikan modal yang
cukup banyak, maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di industri
padat modal. Meski begitu, bukan berarti negara tersebut harus segera
mengutamakan pengembangan sektor industri padat modal dan menganaktirikan
sektor-sektor lainnya. Akan lebih baik apabi[la semuanya dilakukan secarra
bertahap.
2. Pemberian
proteksi pada manufaktur bukanlah hal yang baik, kecuali jika proteksi itu
sendiri sebar-benar dapat membantu industri bersangkuan untuk bersaing di masa
yang akan datang.
Proteksi yang dilakukan
pada industri manufaktur bersifat sulit diukur dan tidak dapat dipastikan. Pemusatan
proteksi pada salah satu sektor dapat membuat perkembangan industri disektor
lain terhambat.
Ada sebuah kasus di
Pakistan dan India mengenai pemusatan proteksi pada sektor manufaktur. Selama
ini negara tersebut telah melakukan proteksi manufaktur cukup lama, namun
industri yang berkembang justru industri yang tidak dilakukan proteksi yang
masif. Secara netto, kasus ini malah merugikan, mengingat effort yang diberikan tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
Paradoks ini melahirkan
sebuah opini dari para ekonom, yaitu “pseido infant industry”. Artinya,
industri yang diproteksi itu bisa saja bersaing, akan tetapi itu terjadi atas
pengorbanan dari sektor-sektor lain.
3. Terlalu
lamanya waktu yang terbuang untuk membangun suatu industri menjadikan campur
tangan pemerintah tidak bisa dibenarkan, kecuali apabila di dalam perekonomian
tersebut telah terjadi kegagalan pasar.
Ketika kegagalan pasar
terjadi peran pemerintah perlu dilaksanakan untuk mestabilkan kondisi pasar. Tetunya
dengan cara yang efektif dan efisien tanpa membutuhkan waktu yang lama untuk
mengembalikan kondisi pasar yang normal. Di saat pasar mulai stabil pembangunan
industri bisa kembali lancar dengan peran orang-orang yang ada didalam industri
tersebut
II.
Pendorongan
Sektor Manufaktur Melalui Proteksi
Proteksi-proteksi yang
dilakukan tidak lain agar menguatkan industri manufaktur di negaranya. Di
negara berkembang, industri manufaktur diarahkan pada perdagangan domestik,
artinya memasarkan produksi di dalam negeri sendiri. Untuk menjaga
eksistensinya pemerintah dapat melakukannya dengan dua cara (yang banyak
berkembang) :
1. Tariff,
pengenaan tarif bagi setiap unit barang impor sehingga harganya relatif mahal,
sehingga barang dalam negeri tetap mampu bersaing dari segi harga.
2. Kuota
impor, pembatasan kuota impor juga berimplikasi pada harga barang impor yang
menjadi lebih mahal. Hal ini sesuai dengan teori permintaan, bahwa harga dan
kuantitas bersifat negatif.
Kebijakan
tariff dan kuota impor bermuara pada pembatasan impor yang biasa dikenal dengan
strategi industrialisasi subtitusi/pengganti barang impor. Maksud dari
subtitusi dalam konteks ini adalah upaya penggantian/peralihan barang impor ke
barang lokal.
III.
Dampak-dampak
Pengutamaan Sektor Manufaktur : Berbagai Masalah Industrialisasi Subtitusi
Impor
Pengalihan
barang-barang impor pada barang lokal tidak sepenuhnya tanpa dampak negatif.
Penelitian dalam buku Ekonomi Internasional oleh Krugman menunjukan bahwa tidak
ada negara yang berhasil menerapkan subtitusi impor secara efisien dan
menguntungkan dalam jangka panjang.
Pengalihan
barang-barang tersebut tidak memberikan jaminan bahwa barang manufaktur lokal
dapat bersaing dengan barang manufaktur impor. Mengapa demikian? Di negara
berkebang kuantitas Sumber Daya Manusia tidak berbandung lurus dengan
kualitasnya. Hanya sedikit pekerja yang benar-benar terampil, serta teknologi
yang kurang menndukung. Maka dari itu,
tidak ada jaminan bahwa subtitusi impor dapat membuat industri manufaktur dalam
negeri lebihh kommpetitif.
Pemusatan
pasar domestik sebagai sasaran pemasaran industri manufaktur pun terhitung
tidak menguntungkan. Pada dasarnya industtri manufaktur adalah industri
bermodal besar (kapital dan pekerja). Sedangkan penanaman modal di negara berkembang
cenderung kalah dengan negara maju, serta SDM berkompeten yang tidakk
mendukung.
Mengingat
industri manufaktur adalah industri padat modal dan melibatkan segelintir kecil
masyarakat di suatu negara, hal ini menciptakan perbedaan pendapatan yang cukup
jauh di tengah-tengah masyarakat pada saat itu (tahun 1980-an). Maka dari itu,
banyak para ekonom yang mengecam dan menuntut pengkajian ulang mengenai Infant
Industry Argument dan kebijakan subtitusi impor.
IV.
Studi
Kasus, Dualisme Ekonomi di Asia : India
Salah
satu negara di Asia yang saat itu cukup masif mengadopsi Infant Industry
Argument dalam perekonomiannya adalah India. Proteksi besar-besaran dilakukan
dengan memberlakukan subtitusi impor. Dengan jumlah penduduk lebih dari 700
juta jiwa, yang terserap di sektor manufaktur hanya sebesar 6 juta jiwa.
Pekerja manufaktur mendapat upah 6 kali lebih besar dari pada petani. Maka dari
itu perbedaan upah di India terhitung sangat tajam.
Kesenjagan
yang cukup tajam antar 2 sektor itu disebabkan oleh aliran modal yang terpaut
cukup jauh di dua sektor tersebut. Sektor manufaktur merajai modal di India
tanpa memperdulikan sektor lain yang memiliki potensi (pertanian dan tekstil).
Sumber : Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan) oleh Paul R. Krugman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar