Kamis, 06 Februari 2020

Industrialisasi Subtitusi Impor


Sejak usainya Perang Dunia 2 banyak negara berkembang ingin mengembangkan sektor manufaktur dengan cara pembatasan impor. Pembatasan ini dilakukan untuk menguatkan industri manufaktur dalam negeri. Pada saat itu pemerintahan di negara-negara berkembang banyak menerapakan teori-teori ekonomi mengenai ketahanan industri manufaktur, salah satunya yang paling terkenal dan relevan saat itu adalah infant industry argument.
I.                   Infant Industry Argument
Menurut argumen ini, pada dasarnya negara berkembang mempunyai keunggulan komparatif di sektor manufaktur. Namun, keunggulan tersebut pada awalnya tidak mampu bersaing dengan manufaktur di negara maju. Maka dari itu, pemerintah negara berkembang perlu untuk melakukan proteksi pada sektor manufaktur untuk mempertahankann eksistensinya. Proteksi dan sokongan ini dilakukan terus menerus sampai indutri manufaktur di negaranya dapat memiliki tumpuan dan bisa mandiri.
Selama ini proteksi yang paling umum dilakukan adalah menggunakan perangkat tarif dan/atau kuota impor. Ketika hambatan perdaganngan ini dilakukan, harapannya produk manufaktur dalam negeri dapat bersaing dengan produk impor. Istilahnya menguatkan eksistensi manufaktur dalam negeri terlebih dahulu.
Kelemahan Infant Industry Argument
Infant Industry Argument begitu masuk akal, mengingat proteksi pada industri manufaktur memang diperlukan. Namun, para ekonom sejak lama telah dapat menunjukan bahwa argumen ini banyak diliputi oleh kelemahan. Sebagai berikut.
1.      Pemusatan pada indutri yang memiliki keunggulan komparatif (manufaktur) tidak seterusnya menjadi pilihan yang tepat.
Ketika suatu negara berkembang memiliki tenaga kerja melimpah dan dapat mengakumulasikan modal yang cukup banyak, maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di industri padat modal. Meski begitu, bukan berarti negara tersebut harus segera mengutamakan pengembangan sektor industri padat modal dan menganaktirikan sektor-sektor lainnya. Akan lebih baik apabi[la semuanya dilakukan secarra bertahap.
2.      Pemberian proteksi pada manufaktur bukanlah hal yang baik, kecuali jika proteksi itu sendiri sebar-benar dapat membantu industri bersangkuan untuk bersaing di masa yang akan datang.  
Proteksi yang dilakukan pada industri manufaktur bersifat sulit diukur dan tidak dapat dipastikan. Pemusatan proteksi pada salah satu sektor dapat membuat perkembangan industri disektor lain terhambat.
Ada sebuah kasus di Pakistan dan India mengenai pemusatan proteksi pada sektor manufaktur. Selama ini negara tersebut telah melakukan proteksi manufaktur cukup lama, namun industri yang berkembang justru industri yang tidak dilakukan proteksi yang masif. Secara netto, kasus ini malah merugikan, mengingat effort yang diberikan tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
Paradoks ini melahirkan sebuah opini dari para ekonom, yaitu “pseido infant industry”. Artinya, industri yang diproteksi itu bisa saja bersaing, akan tetapi itu terjadi atas pengorbanan dari sektor-sektor lain.
3.      Terlalu lamanya waktu yang terbuang untuk membangun suatu industri menjadikan campur tangan pemerintah tidak bisa dibenarkan, kecuali apabila di dalam perekonomian tersebut telah terjadi kegagalan pasar.
Ketika kegagalan pasar terjadi peran pemerintah perlu dilaksanakan untuk mestabilkan kondisi pasar. Tetunya dengan cara yang efektif dan efisien tanpa membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan kondisi pasar yang normal. Di saat pasar mulai stabil pembangunan industri bisa kembali lancar dengan peran orang-orang yang ada didalam industri tersebut

II.                Pendorongan Sektor Manufaktur Melalui Proteksi
Proteksi-proteksi yang dilakukan tidak lain agar menguatkan industri manufaktur di negaranya. Di negara berkembang, industri manufaktur diarahkan pada perdagangan domestik, artinya memasarkan produksi di dalam negeri sendiri. Untuk menjaga eksistensinya pemerintah dapat melakukannya dengan dua cara (yang banyak berkembang) :
1.      Tariff, pengenaan tarif bagi setiap unit barang impor sehingga harganya relatif mahal, sehingga barang dalam negeri tetap mampu bersaing dari segi harga.
2.      Kuota impor, pembatasan kuota impor juga berimplikasi pada harga barang impor yang menjadi lebih mahal. Hal ini sesuai dengan teori permintaan, bahwa harga dan kuantitas bersifat negatif.
Kebijakan tariff dan kuota impor bermuara pada pembatasan impor yang biasa dikenal dengan strategi industrialisasi subtitusi/pengganti barang impor. Maksud dari subtitusi dalam konteks ini adalah upaya penggantian/peralihan barang impor ke barang lokal.

III.             Dampak-dampak Pengutamaan Sektor Manufaktur : Berbagai Masalah Industrialisasi Subtitusi Impor
Pengalihan barang-barang impor pada barang lokal tidak sepenuhnya tanpa dampak negatif. Penelitian dalam buku Ekonomi Internasional oleh Krugman menunjukan bahwa tidak ada negara yang berhasil menerapkan subtitusi impor secara efisien dan menguntungkan dalam jangka  panjang.
Pengalihan barang-barang tersebut tidak memberikan jaminan bahwa barang manufaktur lokal dapat bersaing dengan barang manufaktur impor. Mengapa demikian? Di negara berkebang kuantitas Sumber Daya Manusia tidak berbandung lurus dengan kualitasnya. Hanya sedikit pekerja yang benar-benar terampil, serta teknologi yang kurang menndukung. Maka dari  itu, tidak ada jaminan bahwa subtitusi impor dapat membuat industri manufaktur dalam negeri lebihh kommpetitif.
Pemusatan pasar domestik sebagai sasaran pemasaran industri manufaktur pun terhitung tidak menguntungkan. Pada dasarnya industtri manufaktur adalah industri bermodal besar (kapital dan pekerja). Sedangkan penanaman modal di negara berkembang cenderung kalah dengan negara maju, serta SDM berkompeten yang tidakk mendukung.

Mengingat industri manufaktur adalah industri padat modal dan melibatkan segelintir kecil masyarakat di suatu negara, hal ini menciptakan perbedaan pendapatan yang cukup jauh di tengah-tengah masyarakat pada saat itu (tahun 1980-an). Maka dari itu, banyak para ekonom yang mengecam dan menuntut pengkajian ulang mengenai Infant Industry Argument dan kebijakan subtitusi impor.


IV.             Studi Kasus, Dualisme Ekonomi di Asia : India
Salah satu negara di Asia yang saat itu cukup masif mengadopsi Infant Industry Argument dalam perekonomiannya adalah India. Proteksi besar-besaran dilakukan dengan memberlakukan subtitusi impor. Dengan jumlah penduduk lebih dari 700 juta jiwa, yang terserap di sektor manufaktur hanya sebesar 6 juta jiwa. Pekerja manufaktur mendapat upah 6 kali lebih besar dari pada petani. Maka dari itu perbedaan upah di India terhitung sangat tajam.

Kesenjagan yang cukup tajam antar 2 sektor itu disebabkan oleh aliran modal yang terpaut cukup jauh di dua sektor tersebut. Sektor manufaktur merajai modal di India tanpa memperdulikan sektor lain yang memiliki potensi (pertanian dan tekstil).

  

Sumber : Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan) oleh Paul R. Krugman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar